Biografi Sunan Kalijogo

SUNAN KALIJAGA

Sunan Kalijaga adalah seorang tokoh Walisongo, lahir pada tahun 1450 Masehi dari Raden Ahmad Sahuri (seorang Adipati Tuban VIII) dan Dewi Nawangarum (putri Raden Kidang Telangkas / Abdurrahim Al-Maghribi). Dikenal sebagai wali yang sangat lekat dengan muslim di Pulau Jawa, karena kemampuannya memasukkan pengaruh Islam ke dalam tradisi dan budaya Jawa. Makamnya berada di Kadilangu, Demak.

Sunan Kalijaga merupakan salah satu wali songo yang memiliki perbedaan menonjol dari para wali lainnya. Perbedaan tersebut di antaranya yaitu dalam hal berpakaian dan berdakwah. Beliau lebih cenderung menggunakan pakaian yang berwarna hitam dengan blangkon khas Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa beliau merupakan sosok seorang yang sederhana.

Dalam melakukan dakwahnya beliau cenderung memasukkan ajaran agama Islam dalam kebiasaan atau tradisi Jawa. Beliau tidak merubah sama sekali adat istiadat yang di pegang orang Jawa. Selain itu, beliau memiliki karya seni yang bernuasa Hindu-Budha.

PERJALAN SUNAN KALIJAGA HINGGA MENJADI WALI
Kala itu Raden said (Sunan kalijaga) merasa prihatin melihat keadaan masyarakat Tuban akibat adanya upeti dan musim kemarau panjang. Kemudian beliau berinsiatif untuk membongkar gudang kadipaten dan membagikan makanan tersebut kepada orang-orang yang membutuhkan. Namun saat itu belaiu tertangkap basah oleh penjaga gudang yang kemudian beliau di laporkan kepada ayahnya.
Semasa berdakwah, setiap para wali tentunya memiliki cara atau metode yang unik untuk memikat hati masyarakatnya. Setiap wali memiliki hubungan baik itu hubungan saudara atau hubungan antara guru dan murid, rata-rata para wali (sunan) bukan merupakan penduduk asli Jawa. Berikut perjalan sunan Kalijaga hingga beliau menjadi seorang wali :

MASA KECIL DAN MUDA SUNAN KALIJAGA
Nama kecil sunan Kalijaga menurut sejarah adalah Raden mas Syahid atau Raden Said. Beliau merupakan putra dari seorang adipati Tuban yang bernama Ki Tumenggung Wilatikta, namun ada juga mengatakan bahwa nama ayahnya adalah Raden Sahur Tumenggung Wilatikta. Nama lain dari sunan Kalijaga adalah Lokajaya, Syekh Malaya dan Pangeran Tuban.
Pada masa mudanya beliau merupakan seorang yang giat belajar dalam mencari ilmu, terutama ilmu agama Islam. Beliau juga pernah berguru kepada Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati dan Sunan Ampel. Menurut cerita sejarah sunan Kalijaga memiliki usia hingga 100 tahun, dengan begitu berarti beliau mengalami berakhirnya kekuasaan kerajaan Majapahit.
Selain itu beliau juga mengalami masa kesultanana Demak, Cirebon dan Banten. Bahkan juag merasakan kerajaan Pajang yang berdiri pada tahun 1546 Masehi, dan juga kerajaan Mataram yang di pimpin oleh senopati. Beliau juga di ceritakan ikut serta dalam merancang pembangunan masjid Agung Demak dan masjid Agung Cirebon.
Raden Said merupakan putra dari adipati Tuban yang sangat dekat dengan rakyat jelata atau miskin. Pada saat itu terjadi musim kemarau sangat panjang yang membuat masyarakat gaga panen, namun dalam waktu yang bersamaan pemerintah pusat memerlukan dana besar untuk mengatasi pembangunan, dan mau tidak mau rakyat miskin harus membayar pajak yang tinggi.
Melihat adanya keadaan yang kontradiksi antara pemerintah dan rakyat jelata, Raden Said yang merasa dekat dengan rakyat jelata, beliau bergerak tanpa pikir panjang untuk membantu rakyat tersebut. Beliau mencuri hasil bumi untuk di bagikan kepada rakyat yang tidak mampu tersebut di gudang penyimpanan ayahnya.
Hasil bumi tersebut merupakan upeti dari masyarakat yang akan di setorkan kepada pemerintah pusat. Biasanya pada malam hari Raden Said bergerak untuk melakukan aksinya dan hasilnya di bagikan langsung kepada rakyat jelata secara sembunyi-sembunyi tanpa sepengatahuan rakyat sekalipun.
Seiring berjalannya waktu, penjaga gudang merasa curiga, karena upeti yang ada di gudang mulai berkurang. Karena penasaran, si penjaga gudang dengan sengaja meninggalkan gudang dan mengintip dari kejauhan, namun ternayata penjaga gudang berhasil memergoki aksi Raden Said tersebut, dan kemudian Raden Said di bawa kapada ayahandanya.
Raden Said di marahi habis-habisan oleh ayahandanya, dan beliau mendapatkan hukuman tidak boleh keluar rumah. Setelah lepas sepekan, Raden Said tidak merasakan jera atas hukumannya tersebut. Beliau tetap melakukan aksinya di luar istana, yang targetnya adalah orang-orang kaya dan pelit.
Hasil dari aksinya tersebut kemudian ia bagikan kepada rakyat jelata. Karena aksinya di luar istana, Raden Said menggunakan pakaian serba hitam dan topeng layaknya seorang ninja. Hingga suatu hari, Raden Said di jebak oleh perampok asli. Di suatu malam, perampok tersebut melakukan pemerkosaan sekaligus memperkosa wanita cantik dengan memakai pakaian yang sama seperti Raden Said ketika melakukan aksinya.
Di saat Raden Said ingin menolong wanita tersebut, perampok yang asli berhasil meloloskan diri. Dengan pakaian yang sama, Raden Said terjebak dan menjadi kambing hitam masyarakat karena sudah mengepungnya. Dengan kejadian tersebut ayah Raden Said kecewa terhadapnya dan langsung mengusirnya.

SUNAN KALIJAGA BERGURU KEPADA SUNAN BONANG
Setelah di usir oleh ayahnya, Raden Said tinggal di hutan Jatiwangi, lagi-lagi beliau melakukan askisnya untuk menolong rakyat jelata. Namun, saat itu itu beliau tidak menggunakan nama aslinya, melainkan menggunakan nama Brandal Lokajaya selama tinggal di hutan Jatiwangi tersebut.
Dan suatu ketika lewatlah seseorang yang berpakain serba putih dengan membawa tongkat yang gagangnya seperti emas yang berkilauan. Raden Said merebut tongkat dari orang berbaju putih tersebut secara paksa hingga menyebabkan orang yang berbaju serba putih tersebut tersungkur jatuh. Sambil mengelaurkan air mata orang tersebut bangun.
Ketika tongkat telah berada di tangannya, Raden Said mengamatinya, ternyata tongkat tersebut tidak terbuat dari emas. Karena heran melihat orang yang berbaju serba putih tersebut menangis, Raden Said pun mengembalkan tongkatnya. Dan kemudian orang tersebut berkata “Bukan tongkat itu yang aku tangisi” sambil menunjukkan rumput di telapak tangannya.
Sambil menunjukkan rumput di telapak tangannya orang tersebut berkata “Perhatikanlah aku sudah berbuat dosa, melakukan perbuatan sia-sia, karena rumput itu tercabut karena saat aku jatuh tadi”. Kemudian Raden Said menimpali “Cuma beberapa helai rumput saja kamu merasa berdosa?” tanya Raden Said dengan heran.
Orang tersebut kembali menjawab “Ya, memang berdosa ! karena kamu mencabutnya tanpa sebuah kebutuhan, apabila untuk makanan ternak tidak apa, namun jika untuk sebuah kesia-siaan sungguh sebuah dosa!” Setelah mengetahui perbuatan Raden Said, orang tersebut mengatakan sebuah perumpaan terhadap perbuatan Raden Said tersebut.
Bahwa apa yang dilakukan oleh Raden Said itu ibarat mencuci pakaian yang kotor dengan menggunakan air kencing yang hanya akan menambah kotor dan bau pakaian tersebut. Raden said pun termenung dengan pernyataan tersebut. Raden Said pun di buat takjub dengan keajaiban yang di tunjukkan mengubah pohon aren menjadi emas.
Karena penasaran beliau memanjatnya, namun ketiak hendak mengambil buahnya, tiba-tiba pohon tersebut rontok dan mengenai kepalanya, hingga akhirnya belaiu terjatuh dan pingsan. Setelah Raden Said tersadar bahwa orang tersebut bukanlah merupakan orang biasa. Sehingga timbul rasa ingin belajar kepadanya.
Akhirnya di kejarlah orang yang berbaju putih tersebut, setelah berhasil di kejarnya belaiu menyampaikan keinginannya untuk berguru kepadanya. Kemudian Raden Said di beri sebuah syarat yaitu Raden Said di perintahkan untuk menjaga tongkat dan tidak boleh beranjak sebelum orang itu kembali.
Setelah tiga tahun kemudian datanglah orang berbaju putih tersebut menemui Raden Said yang ternyata masih menjaga tongkat yang di tancapkan di pinggir kali (sungai). Orang berbaju putih tersebut merupakan sunan Bonang, dan kemudian Raden said di ajaknya ke Tuban untuk di beri pelajaran agama.
Oleh karena itu nama Kalijaga beliau dapat dari kata kata kali yang artinya sungai dan Jaga yang artinya menjaga. Meski sebelumnya Raden Said pernah mencuri untuk menolong orang, perbuatan tersebut terlihat mulia, namun tetap merupakan jalan yang salah.

SILSILAH SUNAN KALIJAGA
Secara historis menurut catatan Babad Tuban, sunan Kalijaga merupakan orang Jawa asli. Dalam Babad tersebut di ceritakan, Aria Teja alias Abdul Rahman yang berhasil mengislamkan Adipati Tuban. Kemudian Arya Teja di kawinkan dengan putrinya yang kemudian lahir Aria Wilatikta. Catatan juga di perkuat dengan catatan yang masyhur penulis dan bendahara portugis.
Dalam catatannya dengan bendaraha portugis Tome Pires (1468-1540), menurutnya penguasa Tuban pada tahun 1500 Masehi merupakan cucu dari penguasa Islam pertama di Tuban yakni Aria Wilatikta beserta puteranya sunan Kliajaga atau Raden Mas Said.

Pendapat lain menyebutkan yang berdasarkan keterangan penasihat khusus pemerintah kolonial Belanda, Van Den Breng (1845-1927) yang menyatakan jika sunan Kalijaga merupakan keturunan Arab yang silisilahnya sampai kepada Rasullah. Sejarawan lain juga menyebutkan seperti De Graff menilai bahwa Aria Teja I memiliki silsilah dengan Ibnu Abbas.



METODE DAKWAH SUNAN KALIJAGA

Menurut cerita, Sebelum menjadi Walisongo, Raden Said adalah seorang perampok yang selalu mengambil hasil bumi di gudang penyimpanan Hasil Bumi di kerajaannya, merampok orang-orang yang kaya. Hasil curiannya, dan rampokanya itu akan ia bagikan kepada orang-orang yang miskin. Suatu hari, Saat Raden Said berada di hutan, ia melihat seseorang kakek tua yang bertongkat. Orang itu adalah Sunan Bonang. Karena tongkat itu dilihat seperti tongkat emas, ia merampas tongkat itu. Katanya, hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang yang miskin. Tetapi, Sang Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu. Ia menasihati Raden Said bahwa Allah S.W.T tidak akan menerima amal yang buruk. Lalu, Sunan Bonang menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said ingin mendapatkan harta tanpa berusaha, maka ambillah buah aren emas yang ditunjukkan oleh Sunan Bonang. Karena itu, Raden Said ingin menjadi murid Sunan Bonang. RadeN Said lalu menyusul Sunan Bonang ke Sungai. Raden Said berkata bahwa ingin menjadi muridnya. Sunan Bonang lalu menyuruh Raden Said untuk bersemedi sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tepi sungai. Raden Said tidak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang. Raden Said lalu melaksanakan perintah tersebut. Karena itu,ia menjadi tertidur dalam waktu lama. Karena lamanya ia tertidur, tanpa disadari akar dan rerumputan telah menutupi dirinya. Tiga tahun kemudian, Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Said. Karena ia telah menjaga tongkatnya yang ditanjapkan ke sungai, maka Raden Said diganti namanya menjadi Kalijaga. Kalijaga lalu diberi pakaian baru dan diberi pelajaran agama oleh Sunan Bonang. Kalijaga lalu melanjutkan dakwahnya dan dikenal sebagai Sunan Kalijaga. Namun, cerita ini banyak diragukan oleh para sejarawan dan ulama berpaham salaf karena tidak masuk akal dan bertentangan dengan ilmu syariat
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil memengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang. Tidak mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu ("Petruk Jadi Raja"). Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga; di antaranya adalah adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang.
Ketika wafat Sunan Kalijaga, ia dimakamkan di Desa Kadilangu, dekat kota Demak (Bintara). Makam ini hingga sekarang masih ramai diziarahi orang - orang dari seluruh indonesia

Popular posts from this blog

Lirik - Mung Biso Nyawang dan terjemah indonesia

Suliyana - Lirik Emong Adug Adug

Lirik - Kepangku Kapang dan terjemah bahasa indonesia