Karya Tulis - Candi Borobudur - Kelas VIII

BAB I
PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Candi Borobudur terletak di Desa Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Candi Borobudur merupakan candi Budha terbesar kedua setelah candi Ankor Wat. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km disebelah barat daya Semarang dan 40 km disebelah barat laut Yogyakarta. Candi Borobudur didirikan oleh penganut agama Budha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan Wangsa Syailendra. Pendiri Borobudur adalah raja dari dinasti Syailndra bernama Samaratungga sekitar 824 M. Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setela direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahanan. Arti atau makna candi Borobudur secara filosofis merupakan lambang dari alam semesta atau dunia COSMOS. Dan candi ini juga digunakan sebagai tempat penganut Budha atau sebagai salah satu kepercayaan orang-orang Budha terhadap Tuhannya.
Fungsi candi Borobudur
1) Tempat menyimpan relic atau disebut Dhatugarba
2) Tempat sembahyang atau beribadah Budha
3) Merupakan lambang suci bagu umat Budha
4) Tanda pengingatan dan penghormatan sang Budha
Selain diatas candi Borobudur juga sebagai tempat taman wisata. Untuk itu kami ingin mengetahui asal-usul candi Borobudur

B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana sejarah candi Borobudur

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui lebih dalam sejarah candi Borobudur
2. Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Beberapa Penafsiran Nama Borobudur
Berbagai pendapat dari para ahli antara lain :
1. Kitab Negara Kertagama
Naskah dari tahun 1365 Masehi yaitu kitab Negara Kertagama karangan Mpu Prapanca, menyebutkan kata “ Budur” untuk sebuah bangunan agama Budha dari aliran Wajradha. Kemungkinan yang ada nama “Budur” tersebut tidak lain adalah candi Borobudur.

2. Sir Thomas Stamford Raffles
Penafsiran tentang candi Borobudur juga telah dilakukan oleh Raffles berdasarkan keterangan dari masyarakat luas yang menafsirkan bahwa “Budur” merupakan bentuk lain dari “Budo” yang dalam bahasa jawa berarti kuno. Tetapi bila dikaitkan dengan Borobudur berarti “Boro Jaman Kuno” jelas tidak mengandung suatu pengertian yang dapat dikaitkan dengan candi Borobudur. Dengan demikian Borobudur berarti Sang Budha yang Agung.
Namun karena “Bhara” dalam bahasa jawa kuno dapat diartikan banyak, maka Borobudur dapat juga berarti “Budha yang banyak”.

3. Poerbatjaraka
Menurut beliau “Boro” berarti “Biara” dengan demkian Borobudur berarti “Biara Budur”. Penafsiran ini memang sangat menarik mendekati kebenaran berdasarkan bukti-bukti yang ada.
Penyelidikan dan penggalian yang dlakukan tahun 1952 di halaman sebelah barat laut bangunan candi Borobudur telah berhasil menemukan fondasi batu-batu dan genta perunggu berukuran besar.
Selanjutnya jika dihubungkan dengan kitab Negara Kertagama mengenai “Budur” maka besar kemungkinan penafsiran Poerbatjaraka adalah benar dan tepat.

4. De Casparis
De Casparis menemukan kata majemuk dalam sebuah prasasti yang kemungkinan merupakan asal kata Boroudur. Dalam prasati SRI KAHULUNAN yang berangka 842 Masehi dijumpai kata “Bhumi Sambhara Budhara” yaitu suatu sebutan untuk bangunan suci pemujaan nenek moyang atau disebut kuil.

5. Drs. Soediman
Didalam bukunya “Borobudur Salah Satu Keajaiban Dunia”, menyebutkan bahwa arti nama Borobudur sampai sekarang masih belum jelas. Dijelaskan pula bahwa Borobudur berasal dari dua kata yaitu “Bara” dan “Budur”. Bara berasal dari bahasa sanskerta “Vihara” yang berarti kompleks candi dan “Bihara” yang berarti asrama. “Budur” dalam bahasa Bali “Beduhur” yang artinya diatas. Jadi nama Borobudur berarti asrama atau vihara dan kelompok candi yang terletak diatas tanah yang tinggi atau bukit.

B. Arti atau Makna Candi Borobudur
Arti atau makna Candi Boobudur secara filosofis adalah merupakan lambang dari alam semesta atau duni cosmos. Menurut ajaran Budha, alam semesta dibagi menadi tiga unsur atau dhatu dalam bahasa sanskerta :
Ketiga susunan itu meliputi
1. Unsur nafsu, hasrat atau kamadhatu.
2. Unsur wujud, rupa, bentuk atau rupadhatu.
3. Unsur tak berwujud, tanpa rupa, tak berbentuk atau arupadhatu.
Pradaksin merupakan tata cara bagi peziarah yang akan menuju ketingkat tertinggi (arupadhatu) di candi Borobudur. Pradaksina yaitu berjalan keliling mengikuti candi menurut kearah jarum jam sebagai upacara penghormatan dengan selalu menyebelah kanankan pusat candi.

C. Pendiri dan Waktu Didirikan
Menurut Prof. Dr. Soekomono dalam bukunya “Candi Borobudur a Momentum of Mainkind (UNESCO 1976)”, menyebutkan bahwa tulisan singkat yang dipahatkan diatas pigura-pigura relief kaki candi (Karmawibangga) mewujudkan suatu garis huruf yang bisa diketemukan pada berbagai prasasti dari akhir abad 8 sampai awal abad 9.
Sebuah prasasti yang berasal dari abad 9 yang diteliti oleh Prof. Dr. J. G. Caspris, menyingkap silsilah tiga wangsa Syailendra yang berturut-turut memegang pemerintahan yaitu Raja Indra, Putranya Samaratungga, kemudian Putri Samaratungga Pramoda Wardani. Pada waktu raja Samaratungga berkuasa mulailah dibangun candi yang bernama Bhumi Sam Bhara Budhara, yang dapat ditafsirkan sebagai bukit peningkatan kebajikan, setelah melampaui sepuluh tingkat Bhodisatwa.
Dari tokoh Jarques Dumarcaya seorang arsitek Perancis memperkirakan bahwa candi Borobudur berdiri pada zaman keemasan dinasti Syailendra yaitu pada tahun 750-850 M.
Lebih lanjut Dumarcay merinci bahwa candi Borobudur dibangun daam 5 tahap dengan perkiraan sebagai berikut :
• Tahap I ± tahun 775 M
• Tahap II ± tahun 790 M (bersamaan dengan Kalasan II, Lumbung I, Sojiwan I)
• Tahap III ± tahun 810 M (bersamaan dengan Kalasan III, Sewa III, Lumbung III dan Sojiwan II).
• Tahap IV ± tahun 835 M (bersamaan dengan Gedong Songo grup I, Sambi Sari, Badut I, Kuning, Banon, sari dan Plaosan)
Setelah selesai dibangun, selama seratus lima puluh tahun, Borobudur merupakan pusat ziarah megah bagi penganut Budha. Tetapi dengan runtuhnya kerajaan Mataram sekitar tahun 930 M, pusat kekuasaan dan kebudayaan pindah ke Jawa Timur dan Borobudur hilang terlupakan karena gempa dan letusan gunung Merapi itu melesak mempercepat keruntuhannya. Sedangkan semak elukar tropis tumbuh menutupi Borobudur dan pada abad-abad selanjutnya lenyap ditelan sejarah (Yasir Marjuki dan Toeti Herati, 1989).

D. Penemuan Kembali
Pada abad ke 18 Borobudur pernah disebut dalam salah satu kronik Jawa, Babad Tanah Jawa. Hal ini merupakan petunjuk bahwa bangunan candi itu tidak lenyap dan hancur seluruhnya.
Tetapi baru pada masa pemerintahan Inggris yang singkat ( 1811-1816 ) dibawah Sir Thomas Stamford Raffles pada tahun 1814, candi Borobudur dibangkitkan dari tidurnya. Tahun 1915 ditugaskanlah H.C. Cornelius seorang perwira zeni agar mengadakan penyelidikan.
Tahun 1885 J.W.Ijzerman mengadakan penyelidikan dan mendapatkan bahwa dibelakang batur kaki candi ada lagi kaki candi lain yang ternyata dihias dengan dengan pahatan-pahatan relief, kaki J.W.Ijzerman termasuk dengan desas-desas relief misterius yang menggambarkan teks Krama Wibangga

E. Penyelamatan Candi Borobudur
1. Pemugaran Pertama ( VAN ERP tahun 1907-1911 )
Pada tahun 1900 dibentuklah suatu panitia khusus, diketuai Dr. J. L. A. Brandes. Tapi saying pada tahun 1905 meninggal dunia dan pada tahun 1902 membuahkan rancangan pemugaran. Tahun 1907 dimulai pemugaran besar-besaran yang pertama kali dan dipimpin oleh Van Erp.
2. Pemugaran Kedua
Pada tahun 1963 oleh pemerintah Republik Indonesia dengan menyediakan dana yang cukup besar. Namun usaha ini terhenti dengan adanya pemberontakan G 30 S / PKI
Pada tahun 1968 membentuk Panitia Nasional dan dibantu oleh UNESCO untuk membantu pemugaran. Pada tahun 1969 presiden membubarkan Panitia Nasional dan membebankan tugasnya kepada Menteri Perhubungan, bahwa rencana pemugaran candi Borobudur menjadi proyek dalam Repelita.
Pada tanggal 10 Agustus 1973 Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran candi Borobudur. Kegiatan ini memakn waktu 10 tahun. 

F. Bangunan Candi Borobudur
1. Arsitektur Bangunan
Candi Borobudur didirikan pada sebuah bukit seluas ± 7,8 ha pada ketinggian 265,40 meter diatas permukaan air laut atau berada ± 15 meter diatas bukit disekitarnya. Untuk menyesuaikan degan profil candi yang akan dibangun, bukit diurug dengan ketinggian bervariasi antara 0,5 m – 8,50 m. bentang ( ukuran ) candi yang diurug dari dinding terluas adalah 121,70 m x 121,40 m dengan tinggi bangunan yang masih tersisa 35,40 m dari tanah halaman.
Denah candi Borobudur menyerupai bujur sangkar dengan 36 sudut pada dinding teras 1,2 & 3 tersusun dari batu andesit dengan system dry masorry ( tanpa perekat ) diperkirakan mencapai 55.000 m3 atau 2.000.000 balok batu. Untuk memperkuat kontruksi dipergunakan sambungan batu tipe ekor burung kearah horizontal, sedangkan untuk arah vertical dengan system getakan. Dikatakan pula bahwa seluruh stupa prasada dapat dibagi dalam 3 bagian dimana pembagian ini dapat pula menyatakan perbedaan dari :
1. Dunia nafsu, hasrat, yang dimaksud Khamadatu
2. Dunia bentuk, wujud, rupa yang disebut Rupadhatu dan
3. Dunia tanpa bentuk, tanpa wujud, tanpa rupa disebut Arupadhatu
Dengan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa menurut Sutterhiem bentuk semula yang dipunyai candi Borobudur adalah sama dengan bentuk yang dipunyai sekarang.
Dari aspek seni bangunan ada 2 bentuk seni arsitektur yang dipadukan yaitu
1. Hindhu Jawa Kuno
Yaitu adanya punden berundak, relief maupun Budha yang sedang bermeditasi.
2. India
Yaitu adanya stupa, Budha dan lantai yang bundar.
2. Susunan Bangunan
Bangunan candi Borobudur berbentuk limas berundak dan apabila dilihat dari atas merupakan suatu bujur sangkar. Tidak ada ruangan dimana orang bisa masuk, melainkan hanya bisa naik sampai terasnya.
Secara keseluruhan bangunan candi Borobudur terdiri dari 10 tingkat atau lantai yang masing-masing tingkat mempunyai maksud tersendiri. Sebagai sebuah bangunan, candi Borobudur dapat dibagi dalam tiga bagian yang terdiri dari kaki atau bagian bawah, tubuh atau bagian pusat dan puncak.
a. Khamadatu
Menggambarkan adegan dari kitab Kurmawibangga yaitu naskah yang menggambarkan ajaran sebab akibat, serta perbuatan yang baik dan jahat.
b. Rupadhatu
Dalam dunia ini manusia telah meninggalkan segala hasrat, nafsu tetapi masih terkait pada nama dan rupa, wujud, bentuk. Bagian ini terdapat pada tingkat 1-5 yang berbentuk bujur sangkar.
c. Arupadhatu
Pada tingkat ini manusia telah bebas sama sekali dan telah memutuskan untuk selama-lamanya segala ikatan pada dunia fana. Pada tingkat ini tidak ada rupa. Bagian ini terdapat pada teras bundar I, II dan III beserta stupa induknya.
Uraian bangunan secara teknis dapatlah dirinci sebagai berikut :
Lebar dasar candi Borobudur : 123 m ( lebar = panjang karena bujur sangkar )
Tinggi bangunan : 35,4 m setelah restorasi : 42 m sebelum restorasi
Jumlah batu ( batu andesit ) : 55.000 m3 ( 2.000.000 blok batu )
Jumlah stupa : 1 stupa induk  72 stupa berterawang
Stupa induk bergaris tengah : 9,9 m
Tinggi stupa induk sampai bagian bawah : 7 m
Jumlah bidang relief : 1.460 bidang ( ±2,5 – 3 km )
Jumlah patung Budha : 504 buah
Tinggi patung Budha : 1,5 m

3. Patung Budha
Candi Borobudur tidak hanya diperindah dengan relief cerita dan relief hias, tetapi juga patung-patung yang sangat tinggi nilainya.
Patung-patung tersebut menggambarkan Dhyani Budha yang terdapat pada bagian Rupadhatu dan Arupadhatu. Patung Budha di candi Borobudur berjumlah 504 buah yang ditempatkan di relung-relung yang tersusun berjajar pada sisi pagar langkah dan pada teras bundar ( Arupadhatu ).
Patung Budha ditingkat rupadhatu ditempatkan dalam relief yang tersusun berjajar pada sisi luar pagar langkan. Sedangkan patung-patung ditingkat arupadhatu ditempatkan dalam stupa-stupa berlubang di 3 susun lingkaran sepusat.
Susunan patung selengkapnya adalah :
Ditingkat rupadhatu :
-Langkah Pertama : 104 patung Budha
-Langkah Kedua : 10 patung Budha
-Langkah Ketiga : 88 patung Budha
-Langkah Keempat : 72 patung Budha
-Langkah Kelima : 64 patung Budha
-Jumlah seluruhnya : 432 patung Budha

Tingkat arupadhatu :
- Teras Bundar Pertama : 32 patung Budha
- Teras Bundar Kedua : 24 patung Budha
- Teras Bundar Ketiga : 16 patung Budha
Jumlah seluruhnya : 72 patung Budha

Apabila kita melihat sekilas patung Budha itu Nampak serupa semuanya, tetapi sesungguhnya ada juga perbedaan – perbedaannya. Perbedaan yang sangat jelas adalah sikap tangan atau yang disebut mudra yang merupakan khas untuk setiap patung.
Sikap kedua belah tangan Budha atau mudra dalam bahasa Sanskerta, memiliki arti perlambangan yang khas. Ada 6 jenis yang bermakna sedalam-dalamnya. Namun demikian karena macam mudra yang dimiliki oleh patung-patung yang menghadap semua arah bagian rupadhatu ( lingkaran V ) maupun dibagian arupadhatu pada umumnya menggambarkan maksud yang sama, maka jumlah mudra yang pokok ada 5 ( Soekomono, 1981 ) Ke 5 mudra itu adalah :
a. Bhumisparca Mudra
Mudra ini menggambarkan sikap tangan sedag menyentuh tanah. Tangan kiri terbuka dan menengadah di pangkuan, sedangkan tangan kanan menempel pada lutut kanan dengan jari-jarinya menuju kebawah.
b. Abhaya Mudra
Mudra ini menggambarkan sikap tenang sedang menenangkan dan mengatakan “ Jangan Khawatir “. Tangan kiri terbuka dan menengadah dipangkuan, sedangkan tangan kanan diangkat sedikit diatas lutut kanan dengan telapak menghadap ke muka.
c. Dhyani Mudra
Mudra ini menggambarkan sikap semedi. Kedua tangan diletakkan dipangkuan, yang kanan diatas yang kiri dengan telapaknya menengadah dan kedua jempolnya saling bertemu.

d. Wara Mudra
Mudra ini melambangkan pemberian amal. Sepintas sikap tangan ini Nampak serupa dengan Bhumisparca Mudra tetapi telapak tangan yang kanan menghadap keatas sedangkan jari-jarinya terletak dilutut kanan.

e. Dharmacakra Mudra
Mudra ini melambangkan gerak memutar roda dharma. Kedua tangan diangkat sampai kedepan dada, yang kiri dibawah yang kanan. Tangan dikiri itu menghadap keatas, dengan jari manisnya. Sikap tangan kemudian memang serupa benar dengan gerak memutar sebuah roda.

4. Kunto Bimo
Terletak pada tingkat arupadhatu lantai pertama sebelah kanan dari tangga pintu timur.

5. Stupa
Ada 2 macam stupa yaitu stupa induk dan stupa berlubang
a. Stupa Induk :
Berukuran lebih besar dari stupa-stupa yang lain dan terletak di puncak sebagai mahkota dari seluruh monumen bangunan candi Borobudur.
Mempunyai garis tengah 9,90 m dan tinggi 7 m. Diatas puncak dahulunya diberi paying ( chatra ) bertingkat tiga ( sekarang tidak terdapat lagi ).
b. Stupa Berlubang
Stupa berlubang atau berterawang adalah stupa yang terdapat pada teras bundar I, II dan III yang didalamnya ada 72 buah yang terinci menjadi :
- Teras bundar pertama terdapat : 32 stupa berlubang
- Teras bundar kedua terdapat : 24 stupa berlubang
- Teras bundar ketiga terdapat : 16 stupa berlubang
Jumlah : 72 stupa berlubang
Juga terdapat stupa-stupa kecil yang jumlahnya ada 1472 buah.

6. Relief
Relief cerita yang dipahatkan pada candi Borobudur itu sangat lengkap dan panjang yang tidak pernah ditemui di tempat lain di dunia, bahkan India sekalipun.
Bidang relief seluruhnya ada 1460 panel yang diukur memanjang mencapai 2.500 m. Sedangkan jenis reliefnya ada 2 macam yaitu
- Relief Cerita, yang menggambarkan cerita dari suatu teks atau naskah
- Relief Hiasan, yang hanya merupakan hiasan pengisi bidang.

Relief cerita pada candi Borobudur menggamarkan beberapa cerita yaitu :
1. Karma Wibangga, terdiri dari 160 panel, dipahatkan pada kaki tertutup.
2. Lalita Wistara, terdiri 120 panel, dipahatkan pada dinding lorong I bagian atas.
3. Jataka dan Awadana, terdiri 720 panel, dipahatkan pada lorong I bagian bawah, balustrade lorong I atas dan bawah serta balustrade II.
4. Gandawyuda, terdiri 460 panel, dipahatkan pada dinding lorong II dan III, balustrade III dan IV serta Bhadraceri dinding lorong IV.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari semua masalah tentang CANDI BOROBUDUR ini ternyata dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
  1. Penafsiran nama candi Borobudur
  2. Arti atau makna candi Borobudur
  3. Pendiri dan waktu didirikan
  4. Penyelamatan candi Boroudur
  5. Bangunan candi Borobudur

B. Saran
  1. Sekolah sebaiknya mempersiapkan pelayanan wisata dengan seaik-baiknya terutama dalam hal transportasi.
  2. Semoga karya ilmiah ini bisa bermanfaat bagi pembaca
  3. Kepada pemerintah agar selalu menjaga kebersihan lingkungan tempat wisata.

Popular posts from this blog

Lirik - Mung Biso Nyawang dan terjemah indonesia

Suliyana - Lirik Emong Adug Adug

Lirik - Kepangku Kapang dan terjemah bahasa indonesia